Bongkahan itu
hidup dan berkembang seakan tak perduli seperti apa dunia, sudah terlalu sering
dia sendiri, sepi dan sunyi adalah supleman baginya. Merintih bukan lagi
usahanya, menangis tak kan lagi dalam hidupya, yang dia ketahui kini semuanya sulit
dan tidak mudah untuk bersandiwara.
Di pagi sampai
petangnya dia mulai berfikir bagaimana agar mata melihat yang tak biasa dalam
panorama, keras terhadap diri sendiri langkah menuju kesempurnaan sejati.
Berlabuh degan
hati itu masa lalu, sekarang dia kembagkan layar dan merubah haluan hingga
harapanyya sampai di pulau jiwa tampa kasta.
Entah, sampai
sekarag dia hanya berfikir tampa adanya tindakan, dia terlarut hingga beku
dengan keadaan, dia tak tau kapan dan dari mana harus memulai, bertubi tubi kegagalan
di dapatnya menuju kecanggungan untuk berkomunikasi dengan semuanya.
Mudah
tersinggung, menghayalkan lamunan yang tak berarti apalagi tak tergores pena
sejarah, keadaanya kini berlapis baja namun yang dibungkusnya abu kematian
antah berantah.
Hingga suatu hari dia temukan dirinya tampa kemilau namun sangat berharga, apa bentuknya
yang pasti bisa menyadarkan dirinya dan menghempaskan rasa sakit dan pilu,
menjanjikan kebanggaan atas perolehannya, kesenangan untuk usahanya,
kebahagiaan untuk pengabdiannya.
Lalu dia tebebas
dari semuanya, tampa semua rasa, semua kebutuhan, dan semua kasih sayang. Orang
orang akan berfikir setelah ini dia akan benar benar bebas dan banyak sekali
yang akan berjalan di jejaknya.
Tapi dia tak
merasakannya, bahakan di awal dia di persulit dengan ucapan pertanyaan yang tak
dipahami apa maksudnya, tingkahnya dahulu membuat dia percaya akan terlepas
dari keadaan yang saat ini meimpanya. Salah besar, karna ternyata terlepas dari
yang fana bukan kebahagiaan yang menanti, kesesngsaraan dan penyiksaan.
Selama bertahun
tahun dia merasa di sayangi dan dicintai hingga dia acuhkan keadaanya dan
ternyata balasannya hanya kepedihan dan penderitaan.
Peace
Achsay
ibnu syams al khangeani