TALEBET


Barnama di mukaku
 bintang meremtak di dadaku
ombak terkandung di lidahku
seribu raya di belakangku
 kerimun menangis di kawanku
keluar dari fikiran sering kali di lakukan hingga di temui jalan buntu menuju kemuliaan, terkadang banyak burung dalam sangkar kesucian namun hati dan angannya melanglang buana menembus kesunyian,
cinta,nafsu,kehidupan,keindahan terlintas dalam benak tampa sadar membuat kekotoran, di pelataran sukma menggumam mengagumi keindahan hidup yang berdinamika bahkan bergelut dengan kenistaan, namun ia tak pernah keluar atau melepas bara yang di genggam.
Terlahir dalam bingkai terang benderang, adab yang tinggi tampa kasta, kekhusu’an yang tinggal menjadikan aman hingga selang waktu tiba berpulang dan etap saja selalu ada yang menggantikan, begitu indah tak bosan rasa syukur di panjatkan, di temui pengajaran yang menyenangkan bisa menjadi kebanggaan kemudian tampa sadar sang pengajar di dewakan.
Di suatu petang itu tangisannya diiringi fajar membahagiakan insan yang mendengarkan  harapan selalu sama dengan harapan layaknya keadaan sebelum dia dimuntahkan, namun seiring bertambahnya zaman dia tumbuh menjadi brutal, dia tak seperti yang terlahir di benderang, kebudayaan, peradaban tak pernah dihiraukan, meskipun begitu dia tetap mendapat didikan tentang kebijaksanaan.
Kini masanya ia harus menjalnkan tradisi, meninggalkan peraduan menuju penjara suci, di tempat itu dia dijanjikan akan menjadi penyejuk sesudahnya, tapi mulai hari itu semua berubah seakan kelam, penolakan yang dilakukan menjadi cibiran yang mungkin tak kan pernah terkikis zaman, hanya satu keyakinan akan kenistaan dan kebahagiaan tersembunyi dalam rahasia alam.
Kemilau, kebebasan, percintaan, nafsu, bahkan keharaman dianggap keindahan yang dibuatkan untuk diperhatikan, tak sedikit yang menyalahkan melampaui ambang kebenaran, tat kala fikiran tak menerka mungkinkah hati akan menerima, kebenaran ada saat yang di fikirkan berjalan seiring penerimaan, jiwa hingga tingkah.
Flag Counter