Yang selalu berjalan di atas aspal coklat
Yang selalu paling tinggi di antara rumput
Yang selalu terbang di atas atap kusut
Tidak pernah sedikitpu gentar
Tidak pernah sedikitpun goyah
Selalu dalam bingkai panggung teater using
Banyak sekali cerita yang telah aku ukir hingga para
penonton berdecak kagum dan memberiku lencana kepercayaan
Namun bagiku semuanya hampa
Bagaimana tidak, mereka mengagumi hal ha yang tidak terjadi
dalam dunia nyata, mereka mengagumu setiap lakung karanganku
Aku muak dengan semuanya, hingga aku temui pekerjaan baru di
ujung kota keniscayaan
Aku berjalan pelan
Hari demi hari aku jalani pekerjaan itu dengan sdikit
terpaksa, kutemui tiap orang yang dulunya pernah mengenalku namun dengan
tatapan yang berbeda
Lagi lagi aku mendapat gelar derektur dengan lonceng
keabsahan, aku mencoba membentuk sabit kecil di wajahku dengan penuh bahagia
terbungkus derita
Malang melintang dalam pekerjaanku hingga aku terkenal jadi
pengusaha berjuntai miiyar
Semuanya untukku, kesenangan pribadiku, kelengkapan
kebutuhanku, secara fisik
Aku pandang kearah spion kehidupan ketika ku kendarai Harley
emas kemewahan
Aku melihat beberapa pengendara vespa yang grotol agak
menjauh karna takut kesenggol sepedaku dan tak ingin melihat sepeda ku lecet
Aku tak memikirkannya
Di perrtigaan lampu merah kembali bertemu dengan pengendara
bus mini dengan beberapa penumpang yang hanya senyum melihatku
Mereka semua para fansku yang kini enggan untuk bertegur
hangat denganku
Sesampainya di ujung senja aku berbaring dan beritorika
hingga aku temukan benang merah di kotak antic dalam sebuah gudang busuk
bertumpukan dengan perhiasan hina
Hatiku berkata
Mereka mengagumi dan menyukaiku ketika berada di bingkai
overa
Mereka memandangku sekarang bak bintang pualam yang tang
bisa lagi menjadi pelipur lara
Dilemma dalam hatiku antara miliyarder kenyataan namun hanya
untukku dengan lakon using penuh sandiwara namun mereka bisa tertawa bahagia
Aku mengerti untuk melangkah kemana, namun ada dzat yang
lebih paham aku harus seperti apa
Dan kertas kelabu camuk ini menulis naskah kegagalan demi
kegagalan menurut jiwa, namun nyata meskipun terjerambab dalam maya